Sabtu, 14 Februari 2009

Fatwa MUI, Fatwa untuk Semua

Pekerjaan menerbitkan fatwa itulah pekerjaan MUI. Tentu bukan hanya sekedar pekerjaan yang hanya mengejar materialis dan popularitas belaka. Namun, pekerjaan menerbitkan fatwa adalah pekerjaan yang didasari rasa iklash dan penuhpengabdian untuk kebaikan bagi umatnya.

Menyambut pemilu 2009 memang banyak memunculkan opini publik. Diantaranya adalah wacana GOLPUT yang diwacanakan oleh beberapa golongan dan tokoh masyarakat. Mereka mengkapanyekan GOLPUT karena kalah dalam percaturan politik. Tetapi ada juga sebagian tokoh masyarakat yang memang sadar bahwa pemilu 2009 tidak akan membawa perubahan yang bebrarti bagi bangsa ini.

Aksi tipu-tipu dan pesta uang oleh wakil rakyat di DPR adalah penyebabnya. Janji-janji yang mereka ucapkan sebelum mereka dipilih menjadi wakil rakyat hanya sekedar janji. Sementara, banyak rakyat sengsara karena kemiskinan dan perlakuan tidak adil dari penguasa yang tidak pernah mereka bela dan selesaikan.

Sekarang rakyat akan beharap pada siapa? Apakah berharap lagi pada calon wakil rakyat yang diusung oleh partai-partai politik itu? Ini adlah kekecewaan rakyat. Tetapi, rakyat juga harus sadar. Kesengsaraan yang kita jalani adalah karena ketidaksadaran kita pada waktu kita memilih wakil rakyat. Mungkin, pada waktu itu kita salah memilih wakil rakyat. Tentu, tidak semua wakil rakyat melakukan kebohongan. Ternyata, kita telah tertipu oleh ketenaran dan kekharismatikan seseorang. Kekarismatikan itupun bukan miliknya sendiri tetapi warisan orangtuanya atau keluarganya.

Pemilu 2009 ini kita harus sadar dengan pilihan kita. Jangan sampai kita dibohongi lagi. Fatwa MUI yang mengharamkan GOLPUT adalah usaha dari sekumpulan ulama untuk menyadarkan kita semua dari profokasi kelompok-kelompok pecundang. Menurut Hidayat Nurwahid didepan para wartawan usai mengisi seminar nasional di STAIN Surakarta (10/2/09) menyatakan bahwa Fatwa MUI mengharamkan GOLPUT adalah Fatwa untuk semua. Bukan hanya untuk pemilih saja tetapi juga berlaku bagi KPU dan pemerintah demi suksesnya pemilu 2009. [] jalal

Jumat, 13 Februari 2009

Berharap Pada Pemilu 2009




Masa transisi pemerintahan pada 2009 ini adalah masa yang sangat penting untuk menentukan nasib bangsa kedepan. Seharusnya masyarkat banyak berharap dari pemilu yang akan digelar pada tahun ini, tetapi malah wacana golput yang disuarakan rakyat. Itu membuktikan bahwa masyarakat tidak lagi berharapa pada pemilu dan partai-partai politik yang ada. Mereka menganggap calon-calon wakil rakyat dan pemimpin bangsa itu hanya membikin janji-janji yang tidak pernah ditepati. Mereka akhirnya menyimpulkan bahwa pemilu tidak akan membawa perubahan terhadap bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik.
Yang diharapkan rakyat dari pemerintahan adalah terciptanya kemakmuran, terciptanya rasa aman dan keadilan. Tetapi setelah reformasi sampai sekarang kemakmuran, rasa aman dan keadilan itu belum terwujud. Pemerintah dan wakil rakyat yang seharusnya mengemban amanah itu malah berkhianat kepada rakyat. Jadi kalau rakyat sekarang sudah tidak lagi percaya kepada pemilu dan memilih untuk golput bagaimana? Dan untuk apa pemilu?.
Ditengah permasalahan itu, Hidyat Nurwahit masih optimis bahwa bangsa Indonesia ini akan menjadi bangsa yang berhasil. Hal itu di ungklapkan pada seminar Nasional “Menatap Masa Depan Bangsa dalam Transisi pemerintahan 2009” yang di selengarakan oleh BEM STAIN Surakarta (10/2/09).
Pada seminar tersebut, tokoh PKS yang masih menjabat sebagai ketua MPR itu menuturkan; jangan sampai bangsa Indonesia menjadi negara demokrasi yang gagal seperti Filipina. Indonesia harus menjadi negara demokrasi yang berhasil. Untuk itu beliau juga mengharapkan kepada seluruh rakyat Indonesia jangan memilih golput. Tokoh dan kandidat presiden pada pemilu 2009 ini juga menuturkan bahwa Indonesia harus menjadi bangsa yang merdeka. Yaitu, bangsa yang tidak bergantung dari bangsa lain. Sistem politik dan ekonomi harus bebas dari pengaruh asing. Undaang-undang yang dipakai juga merupakan undang undang kita sendiri. Untuk itu rakyat Indonesia harus mengenal bangsa sendiri dan menentukan nasibnya sendiri.
Lebih khusus lagi, Usman Abubakar yang juga hadir sebagai pembicara dalam seminar itu memaparkan nasib bangsa kedepan dari sudut pandang pendidikan. Rektor STAIN Surakarta tersebut memandang bahwa pendidikan merupakan satu hal yang sangat penting. Karena masa depan bangsa tergantung dari masyarakatnya yang saat ini masih duduk di bangku sekolah dan kuliah. Beliau menyarankan kepada siapa saja yang berkuasa dalam pemerintahan hasil pemilu 2009, bahwa anggaraan pendidikan 20% dari APBN harus dijaga.
Melihat peringkat pendidikan yang ada, indonesia berada dibwah Vietnam. Artinya kualitas pendidikan kita berada dibawah negara yang baru merdeka itu. Ini bukan berarti produk pendidikan kita berkualitas rendah. Terbukti banyak putra-putra bangsa yang menjadi ilmuwan sekaliber internasilnal. Bahkan Obama yang hanya 4 tahun sekolah di Indonesia saja bisa jadi presiden Amerika, coba kalau lebih lama lagi? ungkap Usman sambil tersenyum.
Lebih lanjut yang harus diselesaikan oleh bangsa ini adalah ancaman separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Ini adalah masalah rumit, sampai sekarang belum ketemu akar permasalahanya sehibngga permasalahan ini tidak kunjung selesasi –ungkap Hidayat dalam lanjutan seminar itu. Yang jelas tugas berat sudah ada di depan mata para pemimpin bangsa yang nantinya akan mengemban amanah perubahan bagi bangsa ini.[] jalal

Pengertian Filsafat dari Beberapa Tokoh

A.PENGERTIAN FILSAFAT
1.Secara Etimologi
Filsafah merupakan bentuk kata falsafat, yang semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “Philosphia” yang terdiri dari 2 kata, yaitu :
philos / philein berarti suka, cinta, mencintai
shophia berarti kebijaksanaan, hikmah, kepandaian ilmu.
Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu filsafat dalam bahasa Belanda yaitu wijsbegeerte berarti keinginan untuk ilmu Lwijs : pandai, berilmu; Begerte : keinginan.
Dalam arti praktis filsafat mengandung arti alam berfikir / alam pikiran, sedangkan berfilsafah ialah berfikir secara mendalam atau radikal atau dengan sungguh – sungguh sampai keakar-akarnya terhadap suatu kebenaran atau dengan kata lain berfilsafat mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu.

2.Menurut Para Sarjana dan Para Filsuf
a.Para filsuf Yunani / Romawi
Plato (427 – 348 SM)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Aristoteles (382 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, seperti ilmu Metafisika, Logika, Retorika, Etika Ekonomi, Politik & Sastetika.

Cicero (106 – 043 SM)
Filsafat adalah ibu dari semua pengetahuan lainnya.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan leluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
b.Para filsuf abad pertengahan
Descartes (1596 – 1650)
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
Immanuel Kant (1724 – 1804)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan.
c.Para pakar Indonesia
Darji Darmodihardjo
Filsafat adalah pemikiran dalam usahanya mencari kebijaksanaan dan kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai keakar-akarnya (radikal, radik-akar), eratur (sistematis) dan menyeluruh (universal)
IR. Putjowijatno
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan atas pikiran belaka.
Kesimpulan :
1.Filsafat adalah queen of knowledge (ibu/induk dari segala ilmu pengetahuan).
2.Ilmu pengetahuan :
Ilmu : bagian dari pengetahuan
: pengetahuan yang mempunyai objek, metode & sistematika tertentu.
Pengetahuan : segala sesuatu kebenaran yang diterima oleh manusia baik yang telah teruji menjadi ilmu maupun yang belum teruji.
Jadi ilmu pengetahuan mempelajari gejala alam sebagaimana adanya ilmu pengetahuan bersifat netral / independen, yakni tidak mengharuskan atau melarang sesuatu

Pengertian Filsafat
Oleh : Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed.* dan Mustakim, S.Pd.,MM**
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli :
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 - 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed.*
Wakil Rektor I UHAMKA Jakarta / Mahasiswa Program Doktoral (S3) Administrasi Pendidikan –UPI Bandung .
Mustakim, S.Pd.,MM**
Guru SMP Negeri 2 Parungpanjang Kabupaten Bogor. / Mahasiswa Program Doktoral (S3) Administrasi Pendidikan –UPI Bandung .
Referensi :
Betrand Russel.2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang (alih Bahasa Sigit jatmiko, dkk ) . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ismaun.2007. Filsafat Administrasi Pendidikan(Serahan Perkuliahan ). Bandung : UPI
Ismaun.2007. Kapita Selekta Filsafat Administrasi Pendidikan (Serahan Perkuliahan). Bandung : UPI
Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka
Moersaleh. 1987. Filsafat Administrasi. Jakarta : Univesitas Terbuka

Belajar Filsafat di IAIN
Posted by: ahmad sahidin on: 28 Agt, 2008
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philo dan sophia yang artinya ”cinta kebijaksanaan.” Dari pengertian ini saja, orang dapat memahami bahwa tujuan filsafat, pada mulanya adalah mulia. Yakni, memuat orang cinta kebijaksanaan, dan seterusnya menjadi bijaksana. Filsafat merupakan hasil pemikiran yang didasarkan pada rasio (akal), dan karena rasio (akal) adalah anugerah Allah, maka capaiannya kadang-kadang bisa benar. Tetapi, karena ia bukan wahyu, maka akal pun bisa keliru.
Dengan demikian, capaian filsafat ada yang baik, dan ada pula yang buruk. Yang baik, misalnya, ketika Thales mengatakan bahwa segala sesuatu ini berasal dari air, jauh mendahului Alquran. Thales mengatakannya sekira abad ke-6 SM, sedangkan Alquran mengemukakannya pada abad ke-6 SM. Herakleitos mengatakan bahwa, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini berubah dan terus mengalir bagaikan sungai (panta rei), dan Alquran mengatakan bahwa alam semesta ini fana. Fana adalah lawan dari baqa, dan jika baqa berarti kekal (tidak berubah, abadi), maka fana berarti tidak kekal, alias rusak. Lalu, ketika Plato menegaskan adanya alam idea, maka pandangannya ini dapat mendukung teori tentang wahyu.
Di dalam contoh-contoh di atas kita menemukan bahwa, pada kali-kali tertentu apa yang dicapai filsafat dibenarkan oleh wahyu (agama), dan ada kesesuaian antara keduanya. Tetapi, pada kali lain, banyak pula ajaran-ajaran filsafat yang bertentangan dengan wahyu (agama). Dengan demikian, sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu lain, produk filsafat tidak semuanya baik, tetapi ada yang buruk. Sisi buruknya bisa sangat berbahaya. Sebab filsafat berbicara tentang berbagai persoalan penting, antara lain tentang manusia, agama, dan Tuhan. Liberalisame, ateisme, Marxisme, komunisme, adalah sekadar beberapa contoh produk filsafat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, beberapa pemikiran filsafat memang dapat membahayakan akidah, khususnya akidah orang awam. Karena itu mereka harus dilindungi.
Ada dua macam cara untuk melindungi akidah dari ancaman filsafat. Pertama, mengharamkan filsafat dan melarang peredaran buku-bukunya, seperti yang dilakukan Arab Saudi. Cara ini memang sangat efektif, tetapi mengandung risiko besar. Dengan pelarangan seperti itu, masyarakat atau umat akan semakin tidak mengerti filsafat. Padahal di Indonesia filsafat tidak dilarang, dan buku-bukunya diedarkan secara luas. Jika masyarakat tidak mengerti filsafat, mereka bisa-bisa termakan filsafat tanpa mereka sadari.
Cara kedua adalah mempelajari filsafat secara kritis untuk menemukan titik-titik kesalahannya, lalu menjelaskannya kepada umat. Misalnya, apa itu komunisme dan apa pula bahayanya. Di situ, tidak bisa tidak seseorang harus mempelajari filsafat terlebih dulu, dan harus pula memiliki landasan akidah yang kuat. Ketika Imam Al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah menyerang filsafat, mereka berdua menunjukkan penguasaannya yang sangat kuat tentang filsafat yang ditentangnya. Tujuan seperti itulah yang dimiliki oleh Jurusan Aqidah dan Filsafat (bukan Aqidah-Filsafat) ketika ia didirikan. Di jurusan ini akidah dipelajari secara mendalam sebagai landasan yang dengan itu persoalan-persoalan filsafat dikritisi secara mendalam.
Jurusan Aqidah dan Filsafat di IAIN Bandung berdiri pada tahun 1989, dan sayalah ketua jurusan pertamanya. Begitu saya ditunjuk menjadi ketua jurusan, saya segera sadar bahwa jurusan ini adalah jurusan ”keras.” Karena itu harus diambil langkah-langkah yang dapat mengawal para mahasiswa agar tidak mengarah pada hal-hal yang membahayakan. Sebab para mahasiswa, sesuai tingkat perkembangan jiwa dan intelektualnya, adalah manusia-manusia yang serbaingin tahu. Secara kebetulan atau tidak, di Jurusan Aqidah dan Filsafat diajarkan ilmu-ilmu yang, untuk para mahasiswa semester-semester awal, pasti terbilang baru, bahkan tidak ditemukan di jurusan-jurusan lain. Akibatnya, ketika mereka memperoleh pengetahuan seperti itu, mereka cenderung ingin memamerkannya kepada orang lain, sehingga keluarlah ungkapan-ungkapan yang bagi orang lain mungkin terdengar aneh. ”Tuhan telah Mati,” kata Nietzsche, dan ”religion is the opium of the people,” kata Marx. Bayangkan, bagaimana menyengatnya ucapan-ucapan seperti itu. Lantas, tidakkah hal seperti itu harus dihadapi, dijelaskan, dan dikritisi?
Sebenarnya, ”Tuhan telah mati” dan ”religion is the opium of the people,” adalah semangat kritis yang dilancarkan para filosof Barat terhadap cara pemahaman dan pengamalan ajaran Katolik di kalangan kaum borjuis yang dipandang menindas kemanusiaan. Tetapi ia bisa pula tertuju pada semua agama, sepanjang pemahaman dan pengamalan agama-agama tersebut menunjukkan fenomena serupa. Misalnya, korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku Muslim, dan kemewahan yang diperlihatkan para pemimpin agama, sementara sebagian besar umatnya berada dalam kondisi miskin.
Bagi mahasiswa semester-semester awal, tema-tema seperti itu merupakan hal-hal baru yang pasti tidak dipelajari oleh mahasiswa jurusan lain, apalagi mahasiswa yang baru memasuki masa ta`aruf. Lantas, para seniornya menjadi ingin memamerkan ilmu barunya dengan mengatakan, ”Tuhan telah mati,” misalnya.
Perlu diketahui bahwa IAIN Bandung, sebagaimana IAIN-IAIN lainnya, dewasa ini sangat membuka diri terhadap lulusan sekolah menengah umum yang secara faktual kurang memiliki landasan keilmuan Islam yang kokoh. Ketika mereka kemudian belajar filsafat, maka semangat kritis mereka tidak didasarkan pada landasan akidah yang kuat. Akibatnya segera bisa ditebak, yang muncul adalah sikap arogan dan sembrono, semata-mata karena ingin pamer ilmu.
Sebenarnya hal semacam itu tidak perlu terjadi. Sebab, Jurusan Aqidah dan Filsafat tidak hanya mengajarkan filsafat Barat yang sebagiannya bertentangan dengan ajaran Islam. Dari judul jurusannya saja, kita sudah dapat menangkap isyarat jelas bahwa jurusan ini mengajarkan akidah Islam, bahkan juga tasawuf dalam porsi yang cukup besar. Pada saat saya menjadi ketua jurusan, yang mengajarkan filsafat adalah dosen-dosen yang sangat ahli dalam bidangnya, misalnya Prof. Ahmad Tafsir dan Prof. Juhaya S. Praja. Saya yakin betul bahwa kedua dosen ini dapat mengajarkan filsafat Barat dengan sangat baik, sehingga para mahasiswa memperoleh pengetahuan dan bekal yang cukup. Untuk landasan akidahnya, diajarkan teologi Islam. Teologi Islam lazimnya diajarkan dengan pendekatan aliran-aliran: Asy`ariah, Mu`tazilah, Maturidiyah, Salafiah, Syi`ah, dan lain-lain, yang juga menggunakan pendekatan filosofis.
Sadar akan ”keras”-nya filsafat yang diajarkan di Jurusan Aqidah dan Filsafat, maka saat itu saya berusaha ”mengawal” secara ketat pelajaran Ilmu Kalam ini. Sebab, jika filsafat diajarkan oleh para doktor, maka Ilmu Kalam pun harus diajarkan oleh dosen yang benar-benar menguasai bidangnya. Karena itu, di samping saya sendiri yang mengajar, saya juga menempatkan dosen-dosen senior untuk ikut mengawal. Dengan demikian, filsafat Barat bergerak seimbang dengan akidah yang diajarkan lewat Ilmu Kalam.
Akan tetapi kondisi seperti itu jelas tidak akan pernah berjalan stabil dan mapan. Sebab, tak lama sesudah itu saya dialihtugaskan menjadi Ketua Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada saat yang sama para doktor yang saya sebut di atas mendapat tugas-tugas baru, dan meninggalkan jurusan Aqidah dan Filsafat. Lantas, terjadilah kepincangan seperti yang dikemukakan saudara Solatun: filsafat Barat didorong lebih kencang dan pengajaran akidah kurang dapat mengimbanginya (”PR”, Rabu/13 Oktober).
Dengan tuturan di atas, saya bukan bermaksud mencuci tangan dengan menimpakan kesalahan kepada para dosen muda sesudah kami, tetapi sekadar mengingatkan bahwa keseimbangan seperti itu harus selalu dipertahankan. Dalam suatu diskusi malam hari yang pernah diadakan oleh para mahasiswa Aqidah dan Filsafat saya diundang untuk membedah pemikiran Nietzsche. Itu waktu saya bertanya kepada para mahasiswa, ”Mengapa Anda lebih tertarik pada Nietzsche dan tidak pada Iqbal atau Ghazali?” Terus terang mereka tidak menjawab, dan saya merasa sangat prihatin ketika menangkap kesan bahwa mereka memang belum belajar Iqbal dan Al-Ghazali.
Saya juga harus mengatakan bahwa, sampai saat ini saya masih mengajar filsafat Barat, khususnya di Program Pascasarjana. Setiap awal semester, saya selalu memulai perkuliahan filsafat dengan menjelaskan manfaat dan madharat belajar filsafat, dan di akhir semester para mahasiswa saya tanya, ”Apakah dengan belajar filsafat seperti yang sudah kita jalani satu semester ini iman Anda menjadi goyah?” Para mahasiswa saya menjawab, ”Tidak, bahkan semakin menambah keimanan kami”.
Akan tetapi, secara jujur saya harus mengakui bahwa, kasus yang belakangan ini melanda jurusan Aqidah dan Filsafat adalah akibat kelalaian kami, termasuk saya sendiri. Faktor-faktornya tidak hanya pada keseimbangan itu sendiri, tetapi pada metode dan isi pengajaran akidah Islam. Hingga pertemuan di Lembang yang dilaksanakan beberapa bulan yang lalu dalam rangka merekonstuksi pembidangan ilmu keislaman, saya kembali mengemukakan keluhan saya tentang perlunya memberi tambahan sks untuk mata kuliah tauhid dan akhlak. Tetapi hingga saat ini harapan saya itu ibarat teriakan di padang pasir. Karena itu, kiranya sudah tiba waktunya bagi Jurusan Aqidah dan Filsafat, bahkan semua jurusan di IAIN untuk memberi bobot yang lebih besar pada kedua mata kuliah tadi (akidah dan filsafat).
Terlepas dari itu semua, teriakan ”Anjing hu Akbar” saya yakin hanya mungkin diucapkan oleh seorang mahasiswa dungu yang sok pamer, dan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan Jurusan Aqidah dan Filsafat, apalagi dengan IAIN Bandung. Tidak ada mata kuliah apa pun di IAIN Bandung, tak terkecuali di Jurusan Aqidah dan Filsafat, yang mengajarkan hal seperti itu. Dengan demikian, mahasiswa yang meneriakkan ucapan itu harus ditindak tegas. Rektor dan dekan tidak perlu ragu-ragu melakukannya. Tentu saja sesudah dia diminta klarifikasinya. Akan tetapi, kesimpulan yang mengatakan bahwa IAIN mengajarkan dan menyebarkan paham ateis, komunis, sinkretisme, dan bahwasanya di IAIN Bandung paham itu tumbuh dengan subur, adalah suatu kesimpulan gegabah. Dan, jika benar kesimpulan itu sudah disebarluaskan ke masyarakat, maka ia harus dipertanggungjawabkan.
Artinya, sudahkah kesimpulan seperti itu didasarkan atas penelitian yang cukup bisa dipercaya, atau —setidak-tidaknya— didukung oleh fakta yang akurat? Apakah dengan adanya ucapan ”Anjing hu Akbar” yang diteriakkan oleh salah seorang mahasiswa, lantas bisa disimpulkan bahwa IAIN, khususnya Jurusan Aqidah dan Filsafat, menyebarkan ajaran ateis, komunis, dan anti-Tuhan? Kalau ya, tidakkah seseorang juga bisa mengatakan bahwa, ketika ada dua orang mahasiswa dan mahasiswi Itenas dan Unpad melakukan hubungan seks bebas yang direkam dan kemudian disebarluaskan dalam bentuk vcd, berarti Itenas dan Unpad mengajarkan dan menyebarkan seks bebas? Tentu saja tidak. Sebab, itu hanyalah ulah seorang oknum mahasiswa, dan kita tidak perlu terjebak dalam hujat-menghujat seperti itu.
Masih banyak mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat yang baik-baik, di antaranya empat orang mahasiswa dari sekira 30 orang mahasiswa yang diterima di Program Takhassus, suatu jumlah yang terbilang banyak dibanding wakil dari jurusan-jurusan lain di IAIN. Program Takhassus adalah prgram yang dirancang IAIN untuk mempersiapkan kader-kader ulama. Di program ini diajarkan Qira`ah, Ulum Alquran, Ulum Alhadits, tafsir dan ilmu-ilmu keislaman lainnya secara mendalam. Salah satu syarat untuk bisa diterima di program ini adalah mampu membaca kitab gundul. Jangan lupa pula bahwa para lulusan jurusan ini juga ada yang jadi kiai pesantren, dosen pendidikan agama yang baik di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, wakil bupati, dai yang andal, dan aktivis-aktivis LSM.
Lalu, jika penyebaran vcd Bandung Lautan Asmara beberapa waktu yang lalu dianggap sebagai tindak kejahatan, maka dari segi hukum penyebaran vcd kasus ta`aruf mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat juga dapat dikategorikan dalam kejahatan serupa. Karena itu, sebagaimana halnya dengan mahasiswa yang mengucapkan kalimat munkar itu, oknum yang menyebarkannya juga mesti dimintai pertanggungjawaban, dan harus ditindak secara tegas.
Akhirnya, perlu juga saya kemukakan bahwa, jangan kata menyebarkan paham ateis, komunis, dan sinkretis, yang dilakukan oleh IAIN dan para mahasiswanya adalah menyebarkan Islam ke segenap penjuru.
Cobalah Anda berjalan-jalan suatu sore, lalu mampirlah ke setiap masjid besar dan kecil yang tersebar dari Cileunyi hingga Cimahi, lalu tanyalah pengurus masjidnya tentang siapa yang jadi ”kuncen” masjid itu, dan siapa pula yang menjadi guru di TPA-TPA yang diselenggarakan di masjid-masjid itu, saya jamin Anda akan mendapat jawaban bahwa sebagian besar dari mereka adalah anak-anak IAIN.
Saya juga harus menginformasikan kepada pembaca bahwa, dulu Cipadung adalah daerah ”basis merah”. Kecuali masjid IAIN (dulu Diklat milik Depag), boleh dikata tidak ada masjid di daerah ini. Sekarang, setiap RW mempunyai masjid, bahkan ada yang sampai dua atau tiga.
Dengan bukti seperti ini, dapatkah IAIN disebut sebagai menyebarkan paham ateis? Karena itu, sebaiknya FUUI lebih dulu datang ke IAIN untuk melihat dari dekat apa yang sebenarnya ada di perguruan tinggi Islam ini, dan karena itu pula, saya sangat gembira ketika mendengar bahwa pihak rektor bermaksud mengundang FUUI dan para tokoh Islam untuk berdialog di IAIN.
Saudara Rizal Fadhilah yang menurut pengakuannya juga menyayangi IAIN menyambut gembira rencara dialog itu, dan bahkan sudah menyatakan kesediaannya untuk datang. Nah, daripada kita saling menghujat, lebih baik tabayyun dan dialog yang dapat memberi masukan kepada IAIN dalam memperbaiki dirinya dalam menyongsong tantangan yang semakin berat. Wallahu A`lam bish Shawab.
PENULIS adalah Mantan Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat, dan kini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
SUMBER: PIKIRAN RAKYAT Bandung
Falsafah ialah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang bersifat umum dan mendasar. Kata filsafat berasal
dari bahasa Yunani Φιλοσοφία
philosophia, yang berarti love of wisdom
atau mencintai kebenaran. Empat hal yang melahirkan filsafat yaitu ketakjuban,
ketidakpuasan, hasrat bertanya dan ke-raguan. Ketakjuban terhadap segala
sesuatu (terlihat/tidak) dan dapat diamati (de-ngan mata dan akal budi) serta
ketidakpuasan akan penjelasan berdasarkan mitos membuat manusia mencari
penjelasan yang lebih meyakinkan dan berpikir rasio-nal. Hasrat bertanya
membuat manusia terus mempertanyakan segalanya, tentang wujud sesuatu
serta dasar dan hakikatnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk
memperoleh penjelasan yang lebih pasti menunjukkan adanya keraguan
(ketidakpastian) dan kebingungan pada manusia yang bertanya.

Ciri berpikir secara filsafati adalah
radikal (berpikir tuntas, atau mendalam sampai ke akar masalah); sistematis (berfikir
logis dan terarah, setahap demi setahap); dan universal (berpikir umum dan
menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi melihat masalah
secara utuh) dan ranah makna (memikirkan makna terdalam berupa nilai kebenaran,
keindahan dan kebaikan).

Dalam filsafat, digunakan nalar dan
pernyataan-pernyataan untuk mene-mukan kebenaran dan pengetahuan akan
fakta. Ketika menyelesaikan masalah se-cara
falsafah, seseorang tidak harus merujuk pada sumber lain tapi hendaknya bisa
menjawab masalah yang dipikirkannya menggunakan akal budinya, dengan pikiran
yang bebas. Jika seseorang berfikir sangat dalam ketika menghadapi suatu masalah
dalam hubungannya dengan kebenaran, maka orang itu dapat dikatakan telah berpikir
secara filsafati dan kajian yang tersusun oleh pemikirannya itu disebut falsafah.

Objek material
dari suatu kajian filsafat adalah segala yang ada mencakup apa yang tampak
(dunia empiris) dan apa yang tidak tampak (dunia metafisik) sementara objek
formalnya adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang
segala yang ada (objek material). Suatu
masalah akan menjadi masalah falsafah jika masalah tersebut tidak bisa
diselesaikan dengan kaidah pengamatan atau kaidah sains. Masalah falsafah biasanya
melibatkan masalah tentang konsep, ideologi, dan masalah-masalah lain yang
bersifat abstrak, contohnya apakah kebenaran? Apakah ilmu pengetahuan? Berpikir filsafati biasanya bertujuan untuk
mencari jawaban atas masalah yang sifatnya baik dan bisa memajukan umat
manusia.

Sains berarti ilmu, yaitu pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) itu dan bersifat kohe-ren, empiris, sistematis, dapat
diukur dan dibuktikan.

Cakupan objek filsafat lebih luas
dibandingkan ilmu. Jika ilmu terbatas hanya pada persoalan empiris, maka
filsafat mencakup masalah diluar empiris. Secara historis, ilmu berasal dari
kajian filsafat karena pada awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan
tentang segala yang ada secara sistematis, rasional dan logis. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi
kegiatan keilmuan.

Perkembangan kajian
terkait dengan masalah empiris menimbulkan spesi-alisasi keilmuan dan menghasilkan
kegunaan praktis. Sehingga, filsafat sains me-rupakan disiplin ilmu yang
digunakan sebagai kerangka dasar/landasan berpikir bagi proses keilmuan.
Seorang ilmuwan yang mampu berfikir filsafati, diharapkan bisa mendalami
unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga bisa
memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang dikembang-kannya, termasuk
manfaatnya bagi pengembangan masyarakatnya.

Leberalisasi dan Kesesatan Berfikir


Liberalisasi dalam segala hal dilakukan oleh manusia-manusia yang mengatasnamakan dirinya sebagai manusia modern. Begitu juga dalam hal pemikiran, liberalisai pemikiran Islam dengan dalih pembaharuan, mulai digencarkan di setiap penjuru dunia dengan alasan Islam telah ketinggalan zaman. Sehingga tidak heran apabila di indonesia yang mengalami masa transsisi menuju modernisasi menjadi lahan subur bagi pembaharu-pembaharu pemikiran Islam. Sehingga wajar bila aliran-aliran sesat yang mengtasnamakan Islam bermunculan dingeri ini, dan menjadi masalah baru bagi dinamika sosial dan kemasyarakatan bangsa ini.

Pernyataan mendiang Nur Cholis Majid dalam tulisan yang berjudul ”Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat,” pada 3 Januari 1970 silam, mungkin akan membuat kita terbengong.Ungkap Cak Nur;“pembaruan harus dimulai dengan dua tindakan yang saling erat hubungannya, yaitu melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. Nostalgia, atau orientasi dan kerinduan pada masa lampau yang berlebihan, harus diganti dengan pandangan ke masa depan. Untuk itu diperlukan suatu proses liberalisasi. Proses itu dikenakan terhadap “ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan Islam” yang ada sekarang ini...”. waah... buah fikiran yang sangat spektakuler bukan?

Kawan kawan sekalian tidak usah heran dengan pemikiran-pemikiran yang dianggap spektakuler tersebut. Tetapi kita harus sadar. Karena liberalisasi pemikiran Islam, saat ini sudah menjadi tren. Terutama di lingkungan akademik yang mengkaji masalah-masalah pemikiran Islam, seperti STAIN, IAIN atau universitas lainya yang membuka fakultas agama Islam.

Membenarkan semua agama yang disebut dengan pluralisme, menjadi faham dan sikap yang terpuji dan diperjuangkan oleh para pemikir-pemikir islam yang mengatasnamakan "pembaharu" tersebut. Sehingga wajar saja bila kebebasan berkeyakinan menjadi hal yang penting dan sangat menarik untuk dibahas dalam dialog-dilaog publik saat ini.

Menurut mereka, semua agama itu benar, semuanya mengajarkan kebaikan dan menuju tuhan yang sama meskipun beda agama. Jadi semuanya bebas untuk berkeyakinan dan berpindah-pindah agama karena manusia mempunyai hak untuk memilih keyakinannya sediri dan mereka itu dilindungi oleh undang-undang. Memang betul, Indonesia sudah mengatur dalam pasal 29 UUD 45, berarti jelas! Bahwa setiap warga negara berhak untuk memilih keyakinanya itu. Lagian, dalam Al Quran kan juga menegaskan, laaiqrahafiddiin. Jadi, orang mau beragama dan berkeyakinan apa saja kan bebas, terserah dari orangnya tersebut. Yang penting, kan tidak mengganggu orang lain dan selalu mengajarkan kebaikan. Itulah argumentasi pemikir-pemikir liberal tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh Ulil Absar; Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (GATRA, 21 Desember 2002). Ungkapnya lagi pada media yang lain; “Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang Mahabenar. Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi, tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.” (Kompas, 18/11/02). Atau seperti yang di ungkapkan oleh Cak Nur; “Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai Agama… Oleh karena itu ada istilah "Satu Tuhan Banyak Jalan".” (Buku Tiga Agama Satu Tuhan, Mizan, Bandung, 1999, hal. xix.)

Masih banyak tokoh-tokoh yang lain yang mengatakan seperti diatas, bahkan lebih spektakuler dari itu. Misalnya Irshad Manji, seorang muslimah yang menyerukan ijtihad dan menghalalkan sex sesama jenis. Pemikiran itu disambut baik dan dibenarkan oleh pemikir pemikir Islam di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh dosen pasca sarjana UIN Jakarta, Siti Musdah mulia; “Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi maka hubungan demikian dapat diterima.” (Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, Islam Agama Rahmat bagi Alam Semesta, lihat ulasan Majalah Tabligh, MTDK PP Muhammadiyah Mei. Masiha banyak lagi media dan jurnal-jurnal yang memuat tulisan tulisanya tersebut. Dosen di STAIN Surakarta ada nggak ya?

Wah…wah…wah. Apasih yang sebnarnya dibela oleh mereka? Apakah mereka tidak takut dengan laknat Allah? Tentu kita heran dan bertanya-tanya, seperti yang kami (jalal-penulis) amati ketika menghadiri acara MUNAS KB PII di Mataram bulan juni yang lalu. Saat pak Adian Husaini MA menyampaikan masalah tersebut beliau juga menggeleng-gelengkan kepala begitu juga para pesertannya yang tersentak dan geram dengan fenomena pembaharuan pemikiran Islam tersebut. Fenomena apalagi yaa… yang akaan uncul di era modern ini?

Aliran-aliran "Sesat" Bermunculan

Pada pertengahan tahun 2007, penganut ajaran Lia Eden sempat meresahkan umat muslim di Indonesia. Keyakinannya yang sesat, dimana kerasulan Eden diakui dan dikuti oleh pengikutnya. Mereka juga mengatakan bahwa dirinya sebagai orang Islam. Aduuuh.... Islam menurut siapa? Dalam Al Quran dan Sunah kan sudah jelas bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul yang terakhir, kok muncul nabi lagi?

Yang lebih lucu, ketika salah satu penganut Eden di Indonesia diadili dan di vonis oleh pengadilan, mahkamah agung Republik Indonesia yang bertugas mengadilinya mendapat surat teguran dari Kerajaan Tuhan. Suarat tersebut adalah resmi dari Kerajaan Tuhan (God’s Kingdom), lengkap dengan kop surat dan tanda tangan. Uniknya, surat tersebut ditangani oleh malaikat Jibril yang mempunyai kewenangan dalam Kerajaan Tuhan. Wuuiiih... Malaikat Jibril punya tanda tangan, lucu bukan?

Dalam surat tersebut, yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bagir Manan, Jibril (yang menandatangani surat itu) mempertanyakan landasan hukum tentang vonis yang dijatuhkan kepada pengikut ajran Eden itu. Jibril juga mengancam bahwa dia sendiri yang nantinya akan mencabut nyawa Ketua MA RI tersebut. Weeee... tentu kita baru tahu kalau malaikat Jibril beralih tugas menjadi malaikat pencabut nyawa. Naudubillah, itu kan kesesatan yang nyata, kok ada ya... yang mengukuti pemikiran tidak waras seperti itu?

Ternyata tidak hanya penganut Eden, pengikut ajaran Ahmad Mussadek juga menambah daftar baru dari pengikut aliran-aliran sesat yang ada di Indonesia. Yang akhirnya, nabi palsu dan pengikutnya tersebut dibubarkan dan dinyatakan sebagai ajaran yang dilarang di Indonesia. Kini yang masih menjadi kontroversi adalah Ahmadiyah. Sejak Indonesia belum tegak berdiri, Ahmadiyah memang lebih dulu eksis. Di negara-negara lain seperti arab saudi, Malaysia, Brunai Darusalam, Iran dan yang lainya, sudah melarang aktivitas Ahmadiyah tersebut. Kini ahmadiyah berkembang pesat di Indonesia dan berdasarkan data yang di himpun oleh redaksi anggotanya lebih dari 23 ribu orang.

Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) setelah merekomendasikan kepada tiga mentri yang aklirnya keluar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu: Menteri Agama Muhammad M Baysuni Jaksa Agung Hendarman Supandji Menteri Dalam Negeri H Mardiyanto tentang Ahmadiyah. Meskipun agak lama dan baru di keluarkan setelah insiden Monas 1 Nuni 2008 terjadi, tetapi ini sudah menjadikan syarakat tenang untuk sementara waktu.

Dari SKB yang sudah ditetapkan tersebut, nampaknya belum ada ketegasan dari pemerintah untuk membubarkan dan melarang adanya jamaah Ahmadiyah di Indonesia. Ismail Yusanto juru bicara HTI mengaku belum puas dengan keputusan tersebut. MUI juga sama dan akan tetap menuntut kepada pemerintah untuk segera membubarkan Ahmadiyah. Begitu juga tokoh-tokoh pergerakan Islam yang lainya, juga menginginkan pembubaran Ahmadiyah segera dilakukan.

Hal sebaliknya dilakukan oleh Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBP) yang membela habis-habisan aliran tersebut. Mereka akan selalu menuntut kepada pemerintah untuk tidak melarang keberadaan Ahmadiyah di Indonesia karena itu melanggar UUD 45.

Mahendra Data selaku Tim Pengacara Muslim mengungkapkan: Alasan para pendukung Ahmadiyah adalah bahwa negara kita ini bukan negara agama, tetapi negara yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi kenapa kok TPM rewel banget menentang kebebasan berkeyakinan dan beragama.

Menurut Mahendra Data dalam situs mta oline.com mengungkapkan, di dalam UUD1945, negara kita berketuhanan YME. Sebagaimana contoh kasus Pornografi, orang telanjang boleh saja selama di dalam kamar mandi. Tetapi kalau sudah keluar dari kamar mandi atau bahkan jalan-jalan ke Mall dengan telanjang, maka itu menjadi masalah. Oleh karena itu, kenapa kami melawan Ahmadiyah? Karena masalah Ahmadiyah itu bukan masalah kebebasan berkeyakinan dan beragama. Kalau dia meyakini tentang ajarannya itu hanya di dalam kamar saja, tidak ada masalah. Tetapi kalau menyampaikan ajarannya ke luar dari kamar, maka itu menjadi masalah. Karena yang diajari adalah orang Islam dan baju yang dipakai adalah baju Islam. Padahal, Islam meyakini bahwa Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad.

Beberapa bukti penyimpangan ajaran Ahmadiyah yang ditulis di dalam kitab Tadzkirah diantaranya adalah : Tadzkirah adalah wahyu suci (hal 43), Gulam Ahmad mengatakan: “Tuhan mengajak omong dengan saya”. Gulam Ahmad sama dengan ketauhiddan dan keesaan Allah (Hal.15), Nama Gulam Ahmad itu sempurna, sedangkan nama Allah tidak sempurna. “Wahai Ahmad sempurnalah namamu, sedangkan namaku tidak sempurna. Yang mendustakan Ahmadiyah adalah manusia kotor dan babi-babi.

Lanjut Mahendra Data, bahwa dalam kitab Tadzkirah menyebutkan: Yang mendustakan Mirza Gulam Ahmad adalah kafir, boleh diculik dan dibunuh dengan cara sadis kapan saja dan dimana saja. Maka, ajaran mereka ini menimbulkan permusuhan, kalau dibiarkan kuat sangat membahayakan. Mereka juga sebagai pembohong, karena membohongi negara ini. Yaitu: mereka merubah AD/ART dengan menyatakan bahwa tujuan Ahmadiyah diantaranya adalah: Menghayati dan Mengamalkan Pancasila dan UUD 45. JAI bertujuan mengembangkan agama Islam yaitu ajaran Muhammad berdasarkan Quran dan hadits. Kalau dilihat dari tujuannya memang tidak ada yang salah. Tetapi dalam AD/ART sendiri, tentang keanggotaan menyebutkan bahwa Anggota JAI adalah pria dan wanita yang beriman yang janji setia atau baiat dan meyakini bahwa ajaran Mirza Gulam Ahmad AS adalah benar dan yang berbaiat pula kepada para khalifahnya. Inilah letak kebohongan Ahmadiyah, pola ini adalah pola penyelundupan hokum. Pola inilah yang semakin meyakinkan saya bahwa Ahmadiyah tidak hanya sesat tapi sangat membahayakan, karena itu akan kami lawan secara hukum. Ungkap Ungkap Mahendra Data. Ungkapan Mahendra Data tersebut jelas, bahwa secara hukum Ahmadiyah itu sesat. Dan ajaranya juga sesat, kenapa harus melalui surat peringatan? Kok tidak langsung dibubarkan saja. Apakah masih belum cukup bukti?

Hegemoni Barat

Francis Fukuyama dalam bukunya yang berjudul The End of History and the Last Man menceritakan bahwa Perang Dunia telah usai. Sosialis telah kalah dan dimenagkan oleh neo kapitalisme. Untuk itu, kapitalisme dijadikan sebagi idiologi paling akhir dan paling mutakhir di dunia ini.

Berbeda dengan yang dikatakan oleh Samuel Hantington dam bukunya yang berjudul clash of civilization atau benturan peradaban. Huntington mengatakan bahwa dalam sebuah peradaban pemeran yang memerankan peranaya dalam peradaban itu pasti ada musuhnya atau ada kelompok pemeran kelas dua yang berusaha merebut peranan dalam peradaban tersebut. Contohnya pada saat revolusi industri berjalan dan merubah pandangan masyarakat dari masrakat tradisional menjadi masyarakat modern, kapitalismelah yang memerankan peranan utama dalam peranan di segala bidang dan kaum buruh atau kaum proletar yang termarjinalkan sebagai kaum kelas dua. Dari sinilah muncul gagasan sosialisme yang digarap oleh Karl Marx dan Frederich Angels.

Dari dasar teori tersebut kalau kita berpijak pada Fukuyama maka kapitalisme dan demokrasi lah konsep yang paling mutakhir saat ini. Tetapi apabila kita berpijak pada Huntington, tentu ada musuh yang siap utuk menggulingkan kuasa kapialisme tersebut.

Diakui ataupun tidak, saat ini kapitalismelah yang menjadi idiologi kelas satu di dunia ini. Kapitalisme global sebagai jalan untuk memperkuat kuasanya ditancapkan di setiap negara yang ada di dunia ini dengan jalan apapun.

Teringat dengan perkataan seorang mantan tokoh militer Prabowo Subiyanto; "apabila ingin menghancurkan suatu Negara atau pemerintahan maka hancurkan lumbung panganya" (pidato sambutanya di Mnas KB PII di Mataram). Begitu juga yang dilakukan oleh kapitalisme yang dikomando Amerika Serikat. Usaha yang dilakuakan ialah menghancurkan perekonomian dan menciptakan ketergantungan pada negara adikuasa tersebut. Apabila jalan menciptakan ketergantungan tidak bisa dilakuakn makan jalan invasilah yang akan di tempuh seperti invasi AS kepada Iraq. Itu dari sisi ekonomi.